25 November 2008

Yang Menghalangi Kita Melihat Soulmate

*

Saya yakin tidak ada orang yang dengan sengaja merencanakan perkawinan yang gagal. Meskipun ada yang menikah dengan alasan yang kurang begitu kuat seperti untuk mendapatkan kekayaan pasangannya, untuk meneruskan keturunan padahal sebetulnya sama sekali tidak mencintai pasangannya, untuk menutup omongan orang dst, saya yakin di lubuk hati mereka yang dalam merekapun ingin perkawinan tersebut berhasil.

Saat-saat yang menentukan

Sebagai Allah yang hidup dan Bapa yang baik, saya percaya bahwa sejak pertama kali pikiran kita mulai tertarik kepada lawan jenis, Allah sudah mulai mengikuti perkembangan kita. Pikiran kita mulai dibawa untuk menyelediki lawan jenis kita. Seandainya kita bisa mendengar suara-Nya, mungkin Bapa mengatakan, “Nak, menurutmu bagaimana si ini? Kalau si anu? Kamu suka si itu apa tidak? Mengapa?” Saya rasa salah besar jika kita mengira Allah tidak mendengar obrolan kita dengan teman-teman mengenai si ini, si anu dan si itu .

Seperti Allah ingin tahu bagaimana Adam melihat hubungan dirinya dengan binatang-binatang yang dibawa Allah kepadanya (Kej. 2:19), Dia-pun juga ingin tahu bagaimana kita melihat hubungan kita dengan orang-orang yang dihadirkan Allah dalam kehidupan kita. Saya percaya Allah mencatat tiap kali kita mengatakan, “Aku suka banget sama si A. Habis dia tajir!” , “Kayaknya aku in love deh sama si B. Dia tuh baiiik banget, nglindungin gitu. Aku jadi ngrasa aman tiap kali jalan sama dia.”, “Aku ngga tahu kenapa, tapi tiap kali ngliat si C jantungku rasanya mau copot. Deg-degan gitu. Iiih dia tu cool habis. Aku suka banget gayanya.” Dsb. Allah juga mencatat ketika kita mengatakan, “Tahu ngga, aku tu sebel banget sama si D. Kalau nngomong pasti nyrempet-nyrempet ke situ. Dia ngga peduli ada cewek disitu. Itu kan pelecehan!”, “Ah aku sih ngga suka sama si E. Dia tu kaya anak kecil banget. Maunya dingertiin tapi dianya ngga mau ngerti. Dia kan cari ibu bukan cari istri,” dst.


Perbedaan definisi "Yang terbaik"

Allah tahu yang terbaik untuk kita. Dia bahkan sudah merancang kehidupan kita sejak kita dalam kandungan (Mzm. 139:13). Masalahnya, kitanya yang tidak mengerti. Kita mengira kita mengerti apa yang akan membuat kita bahagia padahal sebetulnya tidak. Kita ambil contoh kriteria pasangan yang baik adalah kalau dia kaya. Bagi kita dan mungkin juga orang tua kita kekayaan adalah faktor penting (sekali). Karena itu kemudian kita rela membutakan diri melihat yang lainnya. Padahal bagi Allah, itu sama sekali bukan hal yang menentukan kebahagiaan kita kelak.

Antara waktu ketika kita mulai tertarik dengan lawan jenis sampai dengan saat kita menghadap Allah untuk menerima pemberkatan nikah adalah sebuah perjalanan yang sangat menentukan. Di dalam rentang waktu inilah Allah sedang merayu kita untuk setuju dengan apa yang menurut-Nya baik dan bukan menurut kita. Allah akan menghadirkan orang-orang dengan siapa kita bisa belajar. Bisa jadi ia adalah teman, pengerja atau gembala di gereja yang sering menasehati, atau bisa juga seorang teman yang membuat pilihan salah dan hidupnya tidak bahagia (contoh buruk dapat menjadi guru yang baik), atau pacar yang terlalu possessive ingin memiliki bukan hanya waktu dan perhatian kita tetapi juga hidup kita, dsb. Melalui mereka ini Allah menantang kita untuk meninjau kembali pandangan kita mengenai apa yang menurut kita baik dan mengoreksinya jika ternyata itu keliru.

Sangat bijaksana kalau kita bersikap terbuka dan mau belajar. Ibu gembala di gereja kami sering menganjurkan, "Kalau cari pasangan hidup, yang penting dia harus takut Tuhan dan seorang pekerja keras." Saya sangat setuju dengan kriteria ini karena dua hal tersebut adalah hal esensial yang diperlukan untuk keberhasilan baik kehidupan rohani maupun jasmani kita.

Hal yang paling membahagiakan adalah ketika suka cita mengiringi langkah kita menuju ke altar untuk menerima pemberkatan nikah karena Allah hendak mempersatukan kita dengan orang yang dipilih-Nya. Tetapi kengerian besar adalah ketika kita merasa seperti memaksa Allah untuk memberkati pernikahan kita dengan pasangan yang salah.

Yang Menghalangi Kita Menemukan soulmate


Hubungan suami istri adalah hubungan yang sangat ideal untuk belajar mengungkapkan kasih. Dalam hubungan inilah anak-anak nantinya juga akan belajar mengenai kasih - kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Survey membuktikan, anak-anak yang orang tuanya tidak hidup dalam kasih mendapati diri mereka juga kesulitan dalam memahami kasih Allah.

Danger !!! Danger !!!

Tetapi ada bahaya yang sering tidak disadari oleh manusia yaitu ketika kita mengasihi pasangan lebih dari kita mengasihi Allah. Inilah yang menghalangi kita mendengar tuntunan Allah karena suara pasangan akan terdengar jauh lebih keras. Dengan sendirinya kita akan lebih menuruti pasangan daripada Allah (Mat. 6:21). Kita akan berusaha mati-matian membahagiakan pasangan kita daripada membahagiakan Allah. Dan kitapun akan dikendalikan oleh pasangan kita dari pada dikendalikan oleh Allah. Dan lebih berbahaya lagi ketika kita lebih takut kepada pasangan kita daripada takut akan Allah. Jika ini yang terjadi, sia-sialah Yesus mati di kayu salib.

Kasih antara dua manusia akan membuat mereka bersatu dalam daging tetapi kasih manusia dengan Allah menyatukan dalam Roh sehingga manusia tidak lagi dikuasai oleh keinginan daging. Bukan tanpa alasan jika Allah menempatkan kasih kepada-Nya sebagai hukum kasih yang pertama karena di dalam Dialah terdapat segala sesuatu yang baik sehingga yang jahat tidak akan bisa bertahan.

Kemampuan manusia sangat terbatas, begitu pula kasihnya. Ada saat-saat dimana manusia bahkan tidak bisa mengungkapkan kasih sama sekali, karena terlalu marah misalnya, atau terlalu kecewa, dsb sehingga sangat berbahaya jika kita mengandalkan kasih yang labil ini. Kita akan mudah kehilangan harapan. “Kalau orang yang katanya mencintai aku saja memperlakukan aku begitu, bagaimana dengan yang lain?”

“Jangan berharap pada manusia, sebab ia tidak lebih dari pada embusan nafas, dan sebagai apakah ia dapat dianggap?” (Yes. 2:22)

Masalahnya manusia itu kelihatan sedangkan Allah tidak. Jadi lebih mudah untuk melihat kasih manusia daripada kasih Allah. Banyak manusia bersandar pada kekasihnya untuk memenuhi keperluannya dan sebagai bukti kasih, sang kekasihpun menyanggupinya. Disinilah yang sering membutakan kita dalam melihat tuntunan Allah. Perhatian kita kepada pasangan yang terlalu besar menghalangi kita menerima pesan-pesan Tuhan. Akhirnya ketika memutuskan untuk menikah, itu bukan karena kita yakin bahwa dialah pasangan pilihan Allah tetapi karena alasan-alasan yang lain.




Saya yakin tidak ada satu pasanganpun di dunia ini yang benar-benar bisa bahagia tanpa mengandalkan Allah, meski mereka dikarunia segala kelimpahan dan kemewahan duniawi. Kita ambil contoh pasangan Pangeran Charles dan Lady Diana. Kurang apa mereka menurut ukuran dunia? Banyak orang melihat bahwa mereka adalah pasangan yang akan benar-benar berbahagia – istri cantik, suami pewaris tahta. Kemegahan pesta pernikahan mereka menjadi simbol kesempurnaan sebuah hubungan. Tetapi marilah kita belajar melalui mereka bahwa kemewahan dunia tidak bisa memuaskan jiwa manusia. Biarlah pencarian Lady Di akan kasih di sisa-sisa hidupnya serta kematiannya yang tragis menjadikan kita sadar akan arti kebahagiaan yang sebenarnya.

Saya percaya kasih itu indah dan keindahannya akan sempurna di dalam Bapa. (A&S)

No comments: