17 April 2009

Mitos Tentang Soulmate

Banyak orang pesimis ketika bicara mengenai soulmate. Meskipun percaya bahwa soulmate itu ada, mereka tidak yakin akan bisa mengenalinya apalagi mendapatkannya. Berikut ini saya kutipkan beberapa komentar yang saya ambil dari internet.

“Soulmate? Hanya Allah yang tahu, tetapi saya yakin saat ajal datang menjemput saya, wanita tercinta terakhir yang ada disisi saya adalah soulmate saya. Mengapa? ...karena perpisahan kami semata-mata terjadi karena kematian...bukan karena urusan duniawi.”

“Soulmate itu hanya mitos. Mana ada orang yang sempurna? Itu hanya ada di dongeng. Aku pernah pacaran 3 tahun dengan seseorang. Kukira dia itu soulmateku karena kita cocok sekali. Tapi kami putus karena ternyata, dia selingkuh dengan laki-laki lain.”


“Manusia hanya bisa mengharap yang terbaik tetapi Tuhanlah yang menentukan. Bagiku jodoh itu misteri. Kita hanya bisa tahu apakah seseorang jodoh kita atau bukan setelah semuanya berakhir.”


“Soulmate? Aku percaya soulmate itu ada tapi tidak selalu sebagai pasangan hidup. Bisa jadi teman, saudara, orang tua. Pokoknya selama hubungan kita nyambung, ada kedekatan hati, saling mengerti...hubungan yang tak terpisahkan, itulah soulmate. Tapi aku ga yakin bisa nikah dengan soulmate. Kayaknya kemungkinan itu hanya 1 diantara 1000.”

Tidak sedikit orang yang tanpa sadar berpikir bahwa Allah yang menciptakan kita adalah Allah yang suka playing misterius. Meski Dia sendiri telah berfirman, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kej. 2:18), banyak yang masih tidak percaya bahwa Allah akan menjawab pertanyaan mereka mengenai siapa penolong sepadan yang telah disediakan-Nya itu. Padahal kalau kita pelajari Alkitab dengan seksama, kita akan menemukan bahwa Dia adalah Allah yang sangat rindu untuk membukakan isi hati-Nya kepada anak-anak yang dikasihi-Nya. Ia juga Allah yang senang membicarakan rancangan-Nya. Kepada nabi-nabi-Nya, Dia mengatakan hal-hal besar yang akan dilakukan-Nya di masa yang akan datang, baik dalam waktu yang dekat atau bahkan sampai sejauh akhir jaman. Jadi mengenai soulmate, saya percaya Allahpun tidak akan main rahasia dengan kita.

Sampai sekarang masih banyak orang tua yang sangat hati-hati dalam mengawinkan anaknya. Mereka menghitung kecocokan anak dan calon menantu dengan seksama melalui tanggal lahir, shio, bobot-bibit-bebet, bahkan kalau perlu pergi ke orang pintar untuk minta petunjuk. Singkat cerita, mereka ingin memastikan bahwa kehidupan perkawinan yang akan dibentuk pasangan ini nantinya akan menjadi sesuatu yang baik dan memberkati, baik untuk mereka berdua maupun untuk orang-orang di sekitarnya.

"Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Mat. 7:11)

Sejak saya mengetahui campur tangan Roh Kudus dalam mempertemukan saya dengan soulmate serta mengalami sendiri bagaimana Dia dengan lembut tetapi tegas mengajari kami cara membentuk fondasi perkawinan yang kokoh, saya tidak pernah ragu sedikitpun dengan niat Allah untuk mempertemukan anak-anak-Nya dengan “sang penolong sepadan” mereka. Saya juga yakin bahwa Dia siap untuk mewujudkan niat tsb begitu kita memerlukannya. Dengan kata lain, saya yakin bahwa sejak kita mulai berpikir mengenai pacaran, Allah sudah mulai mengajari kita bagaimana mengenali soulmate kita.

Masalahnya banyak orang tidak menggunakan kesempatan yang ditawarkan Allah ini. Mereka mencari pasangan dengan pengertian mereka sendiri. Menurut saya, ini adalah sesuatu yang mustahil. Bagaimana kita bisa menemukan jodoh kita kalau tidak tahu orangnya? Paling tidak kita harus tahu ciri-cirinya. Kalau tidak kita akan mencari dalam kegelapan.

Kegelapan ini menghasilkan perkawinan yang tidak cocok sehingga banyak terjadi perceraian. Banyaknya perkawinan yang gagal membuat tidak sedikit orang mulai mempertanyakan kembali keinginan mereka untuk menikah. Kumpul kebo, ganti-ganti pasangan, hidup sendiri, dsb adalah contoh dari gejala antipati terhadap perkawinan.

Hubungan laki-laki-perempuan akhirnya dilihat sebagai sesuatu yang tidak ramah bahkan berbahaya. Banyak mitos mengenai soulmate muncul seiring dengan kebutuhan manusia akan hadirnya sosok sempurna yang bisa menyelamatkan mereka dari rasa ngeri akan dunia percintaan. Mitos-mitos ini bahkan dijadikan alat ukur untuk menentukan apakah seseorang soulmate kita atau bukan. Tapi percayalah, anda akan menemukan kesimpulan yang salah jika menggunakan alat ukur yang tidak tepat.

Mitos tentang soulmate

Sebelum membahas mengenai pengertian soulmate yang sebenarnya, mari kita lihat dulu mitos yang beredar mengenai soulmate atau jodoh.

Mitos 1: Soulmate adalah seseorang yang bisa membuat kita merasa aman

Orang lain memang bisa membantu kita untuk merasa aman, tetapi tidak selamanya kita bisa mengandalkan orang lain, karena tidak ada orang yang selalu ada bersama kita 24 jam sehari 7 hari seminggu dan yang tidak punya pekerjaan lain selain memikirkan kita. Mau tidak mau, cepat atau lambat kita sendiri harus belajar untuk mendapatkan rasa aman tsb.

Sering terjadi, rasa takut muncul bukan karena situasinya menakutkan melainkan karena kita membayangkan skenario-skenario yang menakutkan. “Aku ngga mau kesana sendiri. Kalau di jalan aku dirampok gimana?”, “Sebetulnya bukan aku yang salah tapi kalau boss ga percaya penjelasanku gimana ya?”, “Aduh...dia berubah pikiran ngga ya kalau tahu ternyata rumahku di gang kecil di kampung?”, “ Aku takut kalau dia tau masa laluku...”, dst.

Banyak orang berhenti pada pertanyaan diatas dan tidak mencoba menjawabnya sendiri. Mereka berharap ada orang yang menjawab untuk mereka. “Ya udah, kalau kamu takut jalan sendiri biar aku antar kamu ya.”, “Tenang, biar nanti aku yang menjelaskannya ke boss.”, “Jangan dipikirin, aku tidak peduli rumahmu dimana dan seperti apa. Aku tu pacaran sama kamu bukan sama rumahmu.”, “ Seburuk apapun masa lalumu, itu tidak akan merubah rasa sayangku ke kamu.”

Saya percaya jika mendengar pernyataan-pernyataan yang demikian dan itu diucapkan dengan tulus, hati kita akan melambung. Tetapi tahukah anda? Hubungan yang semacam ini akan membuat kita tergantung kepada pasangan kita. Setiap kali menghadapi persoalan pikiran kita secara otomatis mencari dia. Akibatnya, tanpa dia kita merasa lemah bahkan bisa jadi tidak berfungsi alias mati.

Bagi sang pasangan, hubungan semacam inipun lama-lama akan membuatnya tidak nyaman. Cepat atau lambat dia akan letih menghadapi ketergantungan kita dan ingin kita mandiri. “I can’t live without you!”, “You’re my everything”, “Hanya kamu yang bisa membuatku bahagia”, dsb yang dulu merupakan kalimat pernyataan kasih tiba-tiba bisa berubah menjadi beban yang terasa berat.

Terus terang saya prihatin menyaksikan betapa banyak kaum saya, terutama, yang masih percaya bahwa mereka bisa mendapatkan rasa aman dari orang lain, bukan hanya aman secara emosional tetapi juga finansial. Banyak dari mereka yang sengaja mencari pasangan kaya demi tujuan ini meski harus mau hanya dijadikan istri simpanan atau istri yang kesekian.

Jika ini definisi kita mengenai soulmate, menurut saya hanya Tuhan yang bisa memenuhinya. Rasa aman, baik itu emosional, finansial, apalagi spiritual tidak pernah sungguh-sungguh kita dapatkan dari orang lain, tetapi melalui hubungan intim dengan Tuhan. Tetapi jika anda tetap ingin mencarinya di dalam pasangan anda, silahkan. Hanya saja, supaya anda tidak terlalu sakit nantinya, persiapkan juga diri anda untuk menghadapi kegagalan.


Mitos 2: Dia adalah seseorang yang selalu mengerti dan tidak pernah marah terhadap apapun yang kita lakukan.

“Kalau kamu emang sayang sama aku, jangan marah dong. Aku kan sudah jujur sama kamu!”, “Nah marah juga kan. Tahu gitu aku tadi ga cerita!”, “Aku tu ga butuh diceramahin. Aku cuma perlu kamu untuk ngedengerin ceritaku!”, dsb. adalah harapan-harapan yang sering kita ungkapkan kepada pasangan meskipun harapan tsb jarang terpenuhi. Mengapa demikian? Karena pasangan kita adalah manusia biasa yang memiliki pendapat dan perasaan seperti halnya kita.

Pada suatu hari suami saya mengeluh karena menurutnya selama seminggu itu saya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk pelayanan, baik di gereja maupun konseling di rumah, sehingga waktu untuk bersama sangat sedikit. Saya tidak suka mendengar keluhannya. Sebagai soulmate, mestinya suami saya mengerti bahwa buat saya pelayanan merupakan hal yang sangat penting. Dengan nada tidak suka saya menjawab, “Bukannya you udah kasih ijin?” Suami sayapun menjawab, “Aku memang sudah kasih ijin dan sampai kapanpun tidak akan pernah mencabut ijin itu. Tetapi kamu juga perlu tahu, seminggu ini aku merasa kesepian.”

Jawaban ini menyadarkan saya bahwa apapun yang kita lakukan itu berdampak pada orang-orang sekitar terlebih mereka yang dekat dengan kita. Menuntut orang lain untuk selalu mengerti dan setuju dengan apapun yang kita lakukan sebagai bukti bahwa ia sangat memahami kita adalah hal yang tidak realistis.

Mitos 3: Soulmate adalah seseorang yang bisa membaca pikiran kita dan tahu apa yang kita rasakan

Keluhan umum yang sering dilontarkan adalah, “Mestinya dia tahu dong kenapa aku marah!”, “ Eeeh... aku diemin kok dia ga tau juga!”, “Masak, apa-apa mesti dibilangin. Ngga seru. Kita kan udah pacaran lama. Mestinya dia ngerti aku dong...", "Cobalah dia pikir sendiri kenapa aku begitu!”, dsb.


Kita belum hidup di jaman dimana komunikasi dilakukan secara telepati. Kita juga bukan dukun yang dengan bantuan bola kristalnya mampu mengerti jalan pikiran maupun perasaan orang lain. Tidak peduli seberapa dekat dan berapa lama hubungan kita dengan pasangan, kita masih membutuhkan kata-kata untuk membantunya memahami isi hati maupun pikiran kita masing-masing. Komunikasi adalah hal yang sangat fundamental dalam hubungan antar manusia. Survey membuktikan, penyebab perceraian terbesar bukan karena keadaan ekonomi atau kurangnya cinta melainkan karena kegagalan komunikasi.


Memang kita sering menemui dalam kehidupan sehari-hari orang-orang yang sepertinya bisa membaca pikiran maupun perasaan. Orang yang demikian biasanya adalah orang yang telah belajar atau memang berpengalaman dalam hal ini seperti orang-orang yang sudah menikah (saya rasa ini juga sebabnya mengapa banyak wanita jatuh cinta dengan laki-laki yang sudah menikah), orang-orang yang pekerjaannya banyak berhubungan dengan orang lain, psikolog, konselor, dsb.

Menurut saya, ini adalah tanggung jawab kita untuk mengetahui apa yang kita pikirkan dan kita rasakan serta membantu orang lain untuk memahaminya. Karenanya jika pasangan kita salah mengerti apa yang kita rasakan atau pikirkan, langkah pertama adalah check apakah komunikasi kita sudah efektif atau belum. Selain kata-kata yang jelas, komunikasi yang efektif juga melibatkan keselarasan antara apa yang dikatakan dan yang dilakukan. Jangan sampai mulut mengatakan A tetapi perbuatan mengatakan sebaliknya. Bukankah ada pepatah yang mengatakan, "Action speaks louder?"

Yang kita bicarakan diatas hanyalah contoh dari beberapa mitos akan soulmate yang diyakini banyak orang sebagai kebenaran. Saya yakin masih banyak mitos-mitos yang lainnya. Mungkin ada yang bertanya, kalau yang demikian itu hanya mitos, terus soulmate yang benar itu seperti apa? Pertanyaan ini akan kita jawab di posting berikutnya.

Saya yakin kasih itu indah tetapi untuk melihat keindahannya dibutuhkan sudut pandang yang tepat. Karena itu kalau hari ini anda tidak melihat kasih sebagai sesuatu yang indah, ubahlah sudut pandang anda. (A&S)

No comments: