03 December 2008

Bertemu Soulmate (Sebuah Kesaksian)

Seorang pembaca blog ini mengirim email menanyakan, “Betulkah anda percaya bahwa soulmate itu ada? Jangan-jangan setelah saya meyakini hal ini ternyata yang namanya soulmate itu tidak pernah datang dalam kehidupan saya!” Saya telah menjawab email tsb secara pribadi tetapi saya juga ingin membagi pengalaman saya dengan teman-teman yang lain disini. Semoga bermanfaat.

Saya katakan kepada pengirim email ini, “Anda tidak sendirian. Saya yakin banyak pembaca lain yang merasa demikian.” Kenapa saya bisa begitu yakin? Karena beberapa teman pernah menanyakan hal yang sama dan sayapun dulu juga. Pergumulan terberat yang saya alami di masa penantian waktu itu adalah meyakini bahwa Allah tidak akan mengecewakan saya. Saya sering meragukan apakah Allah benar-benar mendengar permintaan saya. Karena sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa orang yang saya tunggu-tunggu itu akan datang. Terus terang ada waktunya ketika saya mengatakan (dengan serius lho!), “Ya sudah Tuhan, siapa sajalah yang penting saya dapat suami!”

Saya rasakan waktu itu, lebih mudah untuk percaya ketika orang berkata, “Emang ada yang mau sama kamu?” Iya ya, memangnya ada yang akan mau sama saya? Waktu itu saya adalah perempuan yang tidak bahagia (kurus, kecil, muka suram, kulit gelap, jadi menurut saya tidak menarik) dengan tiga anak yang masih kecil-kecil. Saya sering berpikir bahwa jika ada yang mau jadi suami saya, kami hanya akan menjadi beban saja. Tetapi di lain pihak saya ingin sekali mengalami apa yang telah Allah janjikan kepada anak-anak-Nya – bahwa Dia adalah Allah yang hidup dan jika saya meminta Dia akan memberi. Waktu itu keinginan terbesar saya adalah minta soulmate dalam definisi saya - seseorang yang bisa memberi kebebasan kepada saya dalam mencari dan mengikuti suara Tuhan.

Mungkin kedengarannya permintaan saya sederhana tetapi saya tahu yang saya minta adalah sesuatu yang sangat besar. Pada waktu itu saya memang sedang berapi-api belajar mendengar suara Tuhan. Namanya juga belum berpengalaman, saya menyadari bahwa besar sekali kemungkinan saya akan melakukan kesalahan-kesalahan karena belum bisa membedakan suara Tuhan dengan suara dari pikiran, hati atau suara dari sumber yang lain.

Mengingat pentingnya proses ini bagi saya, saya tidak ingin pencarian akan soulmate mengganggu pembelajaran ini. Jadi saya minta kepada Tuhan bahwa jika Dia memang bersedia mengirimkan seorang soulmate, saya menginginkan seseorang yang egonya sudah menyerah, seseorang yang mau meletakkan segala pengetahuannya mengenai apa yang salah maupun apa yang benar dan tunduk hanya kepada kebenaran yang dari Allah. Dengan kata lain, saya menginginkan pasangan yang tidak menghakimi apa yang saya lakukan dalam usaha saya mencari Allah, meskipun mungkin sepertinya yang saya lakukan salah. Kriteria inilah yang ternyata nantinya menjadi password bagi saya untuk mengenali soulmate saya.

Seperti Disambar Petir

Sekarang ini saya telah menemukan soulmate saya. Kalau saya melihat ke belakang saya sungguh bersyukur bahwa waktu itu Tuhan tidak ijinkan saya menyerah di tengah jalan dan kompromi. Godaan untuk itu sering sekali terjadi, terutama ketika iman sedang goyah dan kesabaran sudah hampir habis. Pada waktu itu sering sekali saya menangis dan berteriak di kamar untuk melampiaskan frustrasi saya (tentu saja saya tutup mulut dengan bantal agar tidak kedengaran orang lain). “Tuhan, katanya Engkau Maha Kuasa. Apa sih susahnya mengirim satu laki-laki kemari? Ada jutaan laki-laki di luar sana. Masa satu saja ngga ada yang cocok buat saya?” Tapi ternyata Allah kita adalah Bapa yang tidak gampang terpancing oleh rengekan anak-Nya. Jadi meskipun hampir tiap malam saya menangis dan berteriak, soulmatepun tetap tak kunjung datang.

Akhirnya saya benar-benar putus asa dan menyerah. Ada seorang laki-laki yang sedang mendekati saya. Meskipun usianya jauh lebih muda dari saya, dia bisa membuat saya merasa aman. Dia juga memperlakukan saya dengan penuh kasih dan perhatian sehingga saya benar-benar merasa seperti seseorang yang sangat istimewa di matanya. Mengantisipasi seandainya laki-laki ini menyatakan cintanya, sayapun memberi tahu Tuhan mengenai keputusan yang akan saya ambil, “Bapa, pokoknya kalau dia meminta saya jadi pacarnya, saya mau. Sebetulnya saya tahu dia bukan soulmate saya tapi saya capek nunggu terlalu lama .” Respon Tuhan sangat cepat dan begitu mengejutan saya. Belum selesai kalimat terakhir saya ucapkan, dalam penglihatan Tuhan menunjukkan sebuah daftar berisi hal-hal merugikan yang akan terjadi jika saya menikah dengan laki-laki itu. Dengan mata rohani saya melihat daftar itu lumayan panjang tetapi saya hanya ingat satu point saja yaitu, “Laki-laki ini kelak akan memperkosa ketiga anak perempuanmu.”


Rasanya seperti disambar petir waktu itu. Muka saya pucat dan tubuh saya kaku. Sungguh. Saya kaget dan takut sekali. Untuk beberapa saat saya merasa seperti lumpuh. Setelah bisa menguasai keadaan saya tersungkur, menangis dan meminta ampun atas kekurang-ajaran saya telah meragukan rencana-Nya. Saya juga mengucap syukur karena Allah telah meluputkan saya dan ketiga anak perempuan yang saya kasihi dari kejadian yang sangat mengerikan. Seandainya Tuhan tidak menghentikan langkah saya, sungguh tak terbayangkan kebinasaan seperti apa yang akan menimpa keluarga saya. Saya benar-benar tidak melihat bahwa laki-laki yang begitu lembut memperlakukan saya itu ternyata berpotensi untuk merusak kehidupan kami. Hari itu mata saya benar-benar dicelikkan dan saya mendapat pelajaran yang sangat berharga; manusia tidak tahu apa-apa sementara Allah mengetahui segalanya. Dia sangat mengenal anak-anak-Nya dan selamatlah mereka yang mengandalkan Dia.

Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati. (Yes. 40:11)


He’s the One

Tuhan tidak pernah kehilangan cara untuk mempertemukan anak-anak-Nya. Bagi manusia, bumi ini bisa jadi sangat luas dan manusia sangat banyak. Gampang sekali berpikir bahwa menemukan soulmate diantara jutaan orang tsb adalah sesuatu yang mustahil. Jika ada orang yang berhasil, itu hanya kebetulan saja. Jangan percaya itu. Orang percaya tidak mengenal kata "kebetulan". Jika itu bisa terjadi kepada orang lain, hal yang sama bisa pula terjadi kepada kita. Seperti kita bisa mengawasi koloni semut yang jumlahnya ribuan dalam sekali pandang, Allah juga bisa melihat kita semuanya sekaligus. Jadi bukan sesuatu yang mustahil bagi Allah untuk mengambil anak-Nya yang tinggal di kutub utara untuk dipertemukan dengan anak-Nya yang lain yang tinggal di kutub selatan.

Begitulah yang terjadi dengan saya dan soulmate saya. Stephen yang waktu itu tinggal di San Fransisco dan saya di Yogya bertemu di tempat kerja di Jakarta. Kantor kami adalah perwakilan dari sebuah perusahaan Amerika yang berpusat di Seattle. Orang mengatakannya kebetulan tetapi saya melihat bahwa Tuhan sengaja menginspirasi pejabat-pejabat di pusat untuk membuka kantor perwakilan di Jakarta salah satunya adalah supaya saya dan Stephen bisa bertemu. Saya mulai bekerja di tempat tersebut setahun setelah kantor dibuka sementara Stephen diterima ketika kantor itu baru saja buka dan gedung masih dalam penyempurnaan disana-sini.

Kami tidak pernah menyangka kalau kami adalah soulmate. Tidak ada tanda-tanda khusus seperti jantung deg-degan tiap kali melihat dia atau yang semacam itu. Bahkan bisa dibilang di tahun-tahun pertama saya bekerja disitu hubungan kami tidak lebih dari sekedar “Good morning” dan “See you tomorrow” Ditengah-tengah itu tidak ada apa-apa selain urusan pekerjaan.



Yang saya pelajari dari bekerja bersama dengan Tuhan adalah bahwa semua sudah ada waktunya. Kita bisa memperlambat tetapi tidak bisa mempercepat. Singkat cerita Stephen dan sayapun akhirnya bersahabat. Karena kecocokan kami dalam memandang Allah, kami sering terlibat diskusi seru mengenai hal-hal seputar hubungan manusia dengan Allah. Hadirat Tuhan sering sekali kami rasakan ketika kami sedang diskusi. Banyak hal-hal baru dibukakan kepada kami yang membuat kami semakin bersemangat menggali kebenaran lebih dalam lagi. Tanpa terasa hubungan kamipun semakin lama semakin dekat dan kamipun pacaran.

Ujian dan password

Pada suatu hari setelah kira-kira 3 bulan kami pacaran, Allah mengatakan bahwa Dia hendak menguji Stephen. “Engkau harus katakan begini, “ kata Tuhan. “Allah memerintahkan agar aku bersedia untuk tidur dengan semua laki-laki di kantor ini.” Oh, my God! Anda bisa bayangkan perasaan saya waktu itu. Bukan hanya saya takut membayangkan reaksi Stephen, sayapun takut dengan reaksi saya sendiri. “No, God, please, don’t make me do this!” Rasanya saya ingin lari dan tidak mau datang ke tempat itu lagi. Tetapi anehnya ketika saya katakan, “Tuhan, bukan kehendakku tetapi kehendak-Mu yang jadi” saya jadi tenang dan benar-benar merasa bahwa yang Tuhan perintahkan tsb adalah sebuah misi yang mulia. Sayapun bisa mengatakan kepada Stephen dengan tenang dan sama sekali tidak merasa tertuduh.

Stephen kaget. Saya ingat sekali reaksinya waktu itu. Ia diam dan memejamkan mata. Sesekali ia menarik nafas dalam. Dari kedua sudut matanya saya melihat air mengalir. Dia menangis. Lama kami tidak berkata-kata. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan karena saya tidak tahu apa yang dia rasakan. Setelah beberapa saat Stephen-pun membuka matanya. Ia raih kedua tangan saya dan digenggamnya erat-erat. Sambil menatap mata saya ia berkata, “Aku percaya apa yang kamu katakan berasal dari Allah. Karena itu biarlah hanya kehendak-Nya yang jadi, bukan kehendakku.” Kemudian ia mencium tangan saya dengan penuh hormat seperti seorang pangeran mencium tangan seorang putri. Saya tidak bisa berkata apa-apa. Hati saya sangat bersuka cita. Saya tidak menyangka bahwa kata-kata yang baru saja diucapkan Stephen adalah password untuk membuka jiwa saya. Saya merasa jiwa saya melompat dan bersorak seperti ketika Adam pertama kali melihat Hawa. “Inilah dia laki-laki yang selama ini kutunggu-tunggu! He’s the one! He’s my soulmate!”

Saya begitu yakin bahwa Stephen adalah soulmate saya karena dia memiliki ciri-ciri seorang laki-laki yang saya inginkan yaitu seseorang yang tidak akan menghakimi pemahaman saya akan suara Allah meski sepertinya itu salah.

Sampai dengan hari ini ketika saya sudah tidak lagi bekerja di kantor tersebut, tidak ada satupun laki-laki lain dalam kehidupan saya selain Stephen. Jelaslah bagi kami bahwa apa yang Allah katakan benar-benar hanya untuk menguji kami.

Tujuan saya menulis ini supaya teman-teman yang sedang dalam penantian tidak putus harapan. Saya percaya soulmate itu pasti akan datang dalam kehidupan anda. Yang penting bangun terus hubungan dengan Tuhan dan bicarakan segala keluh kesah kita dengan-Nya. Dia adalah Bapa yang sangat mengasihi anak-anak-Nya. Jika Dia yang memilih untuk kita, pasti hanya yang terbaik yang akan diberikan-Nya.

Foto-foto yang disini bukan foto-foto kami karena Stephen keberatan fotonya dipasang di internet.

Kasih itu sungguh indah. Semakin dalam kita mengasihi semakin jelas terlihat keindahannya. (A&S)

4 comments:

Anonymous said...

rasanya sejuk sekali... terima kasih bu Agnes utk postingannya..
menguatkanku utk mengahadapi proses mencari true soulmate...
God bless

Anonymous said...

shalom....tante agnes...
ni icha...setelah baca blog ini..very blessing....
sekarang masih dalam pergumulan untuk menetapkan apakah "masku" adalah soulmateku..amin
thanks tante...
GBU

Anonymous said...

Terima kasih atas masukannya. Aku senang kalau artikelku bisa menemani perjalanan teman-teman dalam mencari soulmate. Untuk Icha, ga buru-buru kan?

Anonymous said...

dear ibu...
saya sangat terharu dengan kisah bertemu soulmate, dan saya juga sangat terberkati dengan artikel lain yang ada di dalam blog ini.

Terima kasih Tuhan ijinkan untuk memakai ibu untuk menguatkan orang-orang yang juga sedang dalam pergumulan, termasuk saya.

ibu agnes, bolehkah bila suatu saat saya mau sharing melalui email ? bolehkah saya minta email ibu agnes ? email saya : coffe2lemon@yahoo.com

Terima kasih untuk kekuatan dan pengharapan yang di berikan melalui blog ini.

Evi