26 December 2008

Don’t Look Back!

Sebuah email masuk dari seseorang “yang sedang bingung.” Atas seijinnya saya mengutip sebagian dari emailnya,
“Gw br saj mutusin pcr tp dy trus minta balik. Dy ngancam mo nge-drug lg klo gw gak balik ama dy. Dulu dy emang pemakai tp dah brenti. Gmn donx, gw gak mo dy rsk lg gara2 gw.”

Saya yakin ada teman kita yang lain yang mengalami masalah yang sama atau paling tidak mirip. Jadi ada baiknya saya balas email tsb disini.

Temukan alasan yang kuat

Banyak orang mengira memutus pacar adalah sesuatu yang mudah. Mereka yang pernah melakukannya akan setuju dengan saya bahwa ini tidak semudah yang kita kira. Bagaimanapun ada perasaan bersalah, tidak tega, takut menyakiti dsb. Begitu pula yang memutuskan hubungan karena disakiti. Sebetulnya ada keinginan untuk mencaci maki atau melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi tetapi terpaksa memilih untuk tidak melakukannya karena tidak mau memperparah keadaan. Yang jelas, pacar adalah seseorang yang pernah dekat di hati kita dan ketika hubungan kita dengannya putus, rasa nyeri itu pasti ada (baca mengenai Melepaskan Ikatan di “The Trap is Called Ignorance” di blog ini). Rasa sakit seperti ini merupakan salah satu alasan yang membuat hubungan yang sudah putus menyambung kembali.

Memutuskan hubungan dalam pacaran adalah sesuatu yang wajar. Pacaran adalah kesempatan untuk menjajagi kemungkinan adanya kecocokan dalam hubungan kita dengan orang tersebut dimana hal ini susah diketahui tanpa adanya hubungan dekat. Jika ternyata tidak cocok, tidak ada salahnya untuk mengakhiri hubungan. Meskipun demikian, sangat dianjurkan untuk melakukannya dengan kasih. Artinya, tidak perlu kita menggunakan kata-kata atau cara kasar tetapi cukup dengan sikap yang tegas.

Untuk mencegah sakit yang berkepanjangan karena berulang kali putus-nyambung, lakukan hanya setelah keputusan kita mantap. Caranya adalah dengan memastikan bahwa memang ada alasan sangat kuat untuk mengakhiri hubungan. Hal ini diperlukan untuk menangkal tuduhan-tuduhan bukan saja dari orang lain tetapi terutama dari diri sendiri. Saya mengamati bahwa alasan yang kurang kuat membuat seseorang mudah merasa tertuduh sehingga ketika pihak yang diputus meminta untuk kembali lagi ia tidak punya kekuatan untuk menolak.

Salah satu alasan kuat untuk mengakhiri hubungan adalah ketika kita melihat bahwa pacar kita bukanlah orang yang tepat untuk menjadi pasangan hidup dan orang tua dari anak-anak kita. Salah satu tujuan pacaran adalah persiapan untuk membentuk keluarga, artinya selain kita dan pasangan dalam hubungan tsb, akan ada tambahan anggota lain yaitu anak-anak. Kepentingan merekapun harus kita perhatikan mulai dari sekarang karena mereka tidak bisa memperjuangkannya sendiri.

Jika alasannya memang kuat, kita tidak perlu merasa bersalah untuk mengatakan keputusan kita. Lebih baik mengakhiri hubungan sekarang daripada melakukannya kelak setelah keluarga terbentuk. Meskipun sakit, memutuskan hubungan yang tidak cocok ketika pacaran itu mengurangi dampak yang melebar. Paling tidak hanya kedua orang tersebut yang sakit. Sementara jika telah menikah, banyak pihak yang terlibat di dalamnya.

Jangan Menengok ke belakang

Setelah keputusan dikatakan, segera pergi dari kehidupan mantan kita dan jangan menengok ke belakang. Banyak orang terobsesi untuk “pisah dengan baik-baik.” Mereka ngotot untuk tetap menjadi sahabat meski sudah tidak lagi menjadi pacar. Dalam prakteknya hal ini kadang sulit dan banyak yang akhirnya kembali hanya untuk putus lagi beberapa bulan kemudian. Jadi tidak ada salahnya jika pasangan yang baru saja putus tidak berhubungan dahulu untuk sementara waktu. Hal ini perlu untuk menetralkan perasaan mereka masing-masing.

Hidup ini pilihan

Ini bukan slogan tetapi kebenaran. Artinya Allah sendiri berfirman demikian.

Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, (Ul. 30:19)

Allah yang menciptakan kita tidak pernah memaksa umatnya untuk memilih kehidupan, meski Dia melihat bahwa pilihan lainnya adalah kematian. Allah juga tahu bahwa kematian yang dimaksud disini bukan hanya kematian fisik tetapi terlebih kematian rohani dimana manusia kehilangan hubungan dengan Allah dan tidak ada satupun manusia yang tahan hidup dalam kondisi demikian. Tetapi toh Allah tetap akan ijinkan itu terjadi seandainya itu yang kita pilih. Dia memang akan tetap melakukan yang menjadi bagian-Nya tetapi yang menjadi bagian kita tidak akan diambil-Nya. Dengan kata lain, Allah tidak akan mengambil hak pilih kita. Jika kita memilih kematian, Dia tidak akan menarik kita dari sana kecuali kita mengulurkan tangan.

Jadi, menghadapi pacar yang mengancam hendak kembali ke kebiasaan lamanya yang merusak, anda harus berani menyatakan kebenaran. Anda harus bisa mengatakan dengan yakin, “Bukan aku yang menyuruh kamu memakai drug lagi tetapi itu murni keputusan kamu. Apapun yang terjadi, kamu sendiri yang akan menanggung akibatnya.”

Dulu saya pernah memiliki pengalaman yang serupa. Seorang teman entah kenapa tergila-gila kepada saya. Katanya dia yakin bahwa saya adalah soulmate-nya. Berkali-kali saya katakan, dari dengan cara halus sampai agak kasar, bahwa saya tidak mencintainya tetapi dia ngotot. Pada suatu hari dia mengatakan bahwa dia akan bunuh diri dengan cara melompat dari jembatan kalau saya tidak mau menerima cintanya. “Tapi sebelumnya aku mau orang jemput kamu supaya kamu liat waktu aku mati, “katanya. Jawab saya waktu itu, “Silahkan kalau kamu mau bunuh diri tapi jangan harap aku akan datang untuk liat kamu mati.” Saya lihat mukanya kelihatan kecewa. “Mudah-mudahan kamu mati beneran,” lanjut saya. “Aku cuma kasihan kamu aja kalau ternyata kamu nggak mati tapi malah cacat seumur hidup.” Saya sengaja mengatakan hal demikian supaya dia mau berhenti sejenak dan memikirkan kembali keputusannya. Saya ingin dia melihat bahwa bukan dia yang berkuasa atas hidupnya. Sampai sekarang teman saya ini masih hidup, telah menikah dan memiliki beberapa anak.

Ancaman adalah bentuk manipulasi

Mengancam adalah memaksa seseorang untuk melakukan apa yang diinginkan karena jika tidak ada kemungkinan orang tersebut akan menanggung akibat seperti yang dikatakan oleh si pengancam. Ini adalah bentuk manipulasi (baca juga “The Trick is Called Manipulation” di blog ini) dan dilakukan oleh orang yang takut tidak akan bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Jangan anggap remeh ketika seseorang mengancam karena ketika seseorang dikuasai ketakutan, ia bisa melakukan tindakan nekat. Tetapi jangan pula panik. Orang yang sedang bersikeras dengan kehendaknya biasanya susah untuk diajak bicara karena pikirannya sedang dipenuhi oleh keinginan hatinya. Hal paling ampuh menghadapi situasi semacam ini adalah mendoakan orang tersebut dalam kasih. Serahkan saudara kita ini kedalam perlindungan Tuhan. Percaya bahwa seperti halnya kita, Allahpun pasti juga mengasihi saudara kita ini terlepas dari apa yang dilakukannya.

Ini juga yang saya lakukan ketika menghadapi teman saya yang mengancam hendak bunuh diri. Meskipun di depannya seolah-olah saya “tega”, di dalam hati saya terus memperkatakan kasih. “Aku mengasihimu karena engkau adalah kekasih Bapaku. Aku percaya Dia tidak akan membiarkan kamu mati konyol. Bapa, lindungi anak-Mu yang sedang dikuasai oleh kebodohannya ini.” Begitu saya ucapkan tiap kali saya khawatir ia akan nekat dan benar-benar melakukan apa yang dikatakannya.

Jika anda benar-benar melihat alasan yang kuat untuk mengakhiri hubungan dan anda telah menyerahkan keputusan anda kepada Allah, jangan lagi mau diganggu dengan perasaan bersalah. Kasih memang indah namun kadang kita harus menunggu untuk melihat keindahannya. (A&S)

No comments: