08 January 2009

Tuhan, Kok Saya Belum Punya Pacar?

Seorang teman, perempuan, sudah dua tahun ini tinggal di Amerika. Beberapa bulan setelah tinggal disana ia mengirim email, menceritakan bahwa dia sudah mencoba kehidupan Barat. Yang dia maksud adalah tinggal satu rumah dengan pacarnya tanpa ikatan pernikahan (Well...emang cuma di Barat aja ya yang begini...?). Yang membuat saya sedih, saya menangkap ada nada bangga dalam pernyataannya. “Kamu tahu kan yang kamu lakukan?, “ tulis saya menyiratkan kekhawatiran yang dia jawab dengan enteng, “Don’t worry...disini nggak ada yang kenal aku.”

"Aku mau puas-puasin..."

Saya sedih mendengar jawaban ini. Dari sini saya melihat bahwa teman saya ini tidak tahu yang dia lakukan. Tidak penting bagi saya, apakah ada orang yang mengetahui perbuatannya atau tidak. Saya memikirkan keselamatannya. Saya bayangkan kehidupan seperti apa yang dialami teman saya ini dan saya khawatir itu akan membawanya jauh dari kebahagiaan. “Tuhan, please, jangan tinggalkan teman saya ini. Jaga dia ya Tuhan,” doa saya.

Ketika masih tinggal di Jakarta teman saya ini memang sering mengeluh kesulitan mendapat pacar. Dalam umurnya yang telah kepala tiga dia mengaku belum pernah sekalipun dia pacaran serius. Ketika seseorang mengajaknya bekerja ke negeri paman Sam, iapun bersemangat sekali. Saya ingat waktu mengantarnya di airport, kalimat terakhir yang dia ucapkan sebelum masuk ke ruang tunggu adalah, “Aku mau puas-puasin pacaran sama bule!” Meski hati saya menyuarakan tanda bahaya ketika mendengar ini, waktu itu saya berusaha berpikir bahwa dia hanya bercanda.

Setelah mengumumkan gaya hidup yang ia jalani disana, kami masih terus saling mengirim email. Justru setelah mengetahui motifnya meninggalkan Indonesia yang sebenarnya, saya memutuskan untuk tetap keep in touch. Saya sering mengingatkan bahwa love dan sex itu dua hal yang berbeda. Mereka juga bukan satu paket, artinya bisa dipisahkan (baca “Persiapan Menyambut Soulmate 2”) Tetapi dari jawabannya saya melihat, sangat susah saat ini untuk membelokkan keputusannya. Seperti batu yang digulingkan dari atas bukit, keinginannya untuk menjelajahi dunia sex (yang sudah lama dibendung) telah menggelinding dengan cepat dan susah untuk dihentikan. Tetapi saya percaya, suatu saat batu itu akan mencapai bidang datar dan berhenti. Pada saat itu terjadi mungkin teman saya ini sudah dalam keadaan hancur karena benturan-benturan yang ia alami, tetapi mulai dari sekarang saya ingin ia tahu bahwa apapun yang terjadi pada dirinya, saya tetap temannya.

Saya melakukan ini tidak dalam rangka ingin jadi pahlawan. Jujur saja, saya benar-benar takut teman saya ini bunuh diri jika nanti tidak kuat menanggung penderitaannya. Mungkin kedengarannya berlebihan, tetapi saya sering menyaksikan kisah seperti ini dan saya tidak mau teman saya ini mengalaminya. Saya memang tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya tetapi saya minta kepada Tuhan supaya kasih yang saya miliki untuk teman saya ini diperkuat oleh kasih-Nya yang menyelamatkan sehingga teman saya ini tidak perlu harus mengambil keputusan yang akan berakibat fatal.

Keputusan Yang Tepat

Teman-teman, jika sampai saat ini anda belum memiliki pacar dan sering resah bahkan merasa sepertinya orang-orang mulai berbisik membicarakan status anda, jangan khawatir dan jangan terpengaruh oleh sikap mereka karena menurut saya anda telah membuat keputusan yang benar. Bukankah lebih baik berhati-hati daripada mengambil keputusan yang kelak akan anda sesali?

Sebagai anak-anak Allah, kita tidak boleh berpikir seperti kebanyakan orangberpikir. Tetapi kita harus belajar untuk memahami peran yang kita mainkan dalam tugas kita sebagai pembawa terang. Yang saya maksud begini: di luar sana banyak sekali saudara-saudara kita yang tengah mengalami pergumulan seperti anda dan godaan untuk mengambil jalan pintas terus menghampiri mereka. Langkah yang diambil teman saya diatas adalah salah satu contoh jalan pintas tersebut. Teman saya yang lain, seorang cowok, mengatasi masalahnya dengan membeli pacar. Caranya, dia menghujani seorang kenalan perempuannya dengan pemberian-pemberian mulai dari bunga sampai baju, sepatu serta perhiasan mahal hanya supaya dia bisa bilang bahwa dia telah punya pacar. Padahal saya melihat sendiri bahwa kenalan perempuannya ini sama sekali tidak tertarik kepadanya.


Saya yakin, bukan suatu hukuman jika Allah mengijinkan anda sekarang untuk berada pada posisi dimana anda (sangat) menginginkan seorang pacar tetapi belum mendapatkan. Saya juga percaya, bukan pula kesalahan jika kadang-kadang terbersit pikiran untuk nekat dan kompromi (seperti saya dulu ketika mau menerima siapa saja karena capek menunggu soulmate). Ketika kebanyakan orang yang dalam pencobaan mengeluh dan mencari kambing hitam bahkan kalau perlu menyalahkan Allah, anak-anak Allah memiliki tugas untuk melihat kesusahan yang dialaminya sebagai kesempatan untuk menjadi terang bagi saudara-saudaranya yang belum percaya kepada Allah. Mereka diharapkan untuk menggunakan pergumulannya sebagai garam bagi hati-hati yang telah tawar. Dengan kata lain, justru karena apa yang anda alami sekarang inilah Allah menjadikan anda orang yang tepat untuk menolong mereka yang bergumul dengan masalah yang sama. Syaratnya, anda sendiri harus melalui proses ini dan setiap kali pikiran anda tertantang untuk menyerah dan kompromi, anda menunjukkan bahwa anda bisa melawan tantangan itu dan keluar sebagai pemenang agar anda bisa menuntun mereka menjadi pemenang pula.

Saya punya keyakinan bahwa ketika Allah mengijinkan sesuatu terjadi, pasti ada pelajaran yang harus kita kuasai. Ketika kita menerima pelajaran tersebut dan menyelesaikannya, kitapun akan bertumbuh dan menjadi kuat (Rm. 8:37.) Dan karena Dia yang merancang pelajarannya, tidak ada pilihan yang lebih baik selain bergantung kepada-Nya.

Bergantung kepada Allah

Pelajaran paling susah adalah meyakini sesuatu yang tidak kelihatan karena, seperti pepatah katakan, cara kerja pikiran kita adalah, “Seeing is believing.” Thomas yang pernah hidup bersama-sama dengan Yesus dan menyaksikan segala mujizat yang Dia lakukan serta mendengar dari mulut-Nya apa yang akan terjadi dengan diri-Nya, harus mencucukkan jarinya ke tangan Yesus untuk bisa percaya bahwa Dia adalah Yesus yang telah mati dan bangkit kembali. Bagi banyak orang tanda-tanda dan mujizat masih belum cukup untuk membuat mereka percaya akan keberadaan dan kasih Allah. Tetapi sebagai anak-anak Allah hendaklah kita memberi contoh kepada dunia ini untuk terus menerus berpegang kepada perkataan Ayah Sorgawi kita. Dalam menghadapi penantian akan hadirnya seorang kekasih, mata jasmani kita mungkin tidak melihat tanda-tanda adanya seseorang yang datang mendekat tetapi kita harus berpegang kepada janji yang telah diucapkan oleh Dia yang hanya bisa memberi yang baik, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kej. 2:18)

Ketika Roh Kudus mengajar saya untuk bersabar dan mengandalkan pertolongan Allah, Dia memberi perumpamaan seperti ini: pertolongan yang dari Allah itu seperti matahari. Terangnya yang tidak terbatas itu bisa dinikmati bukan hanya oleh kita yang meminta pertolongan tetapi juga oleh semua orang. Sementara mengandalkan pertolongan dari manusia itu seperti orang yang karena tidak sabar menunggu pagi kemudian menyalakan lilin untuk meneranginya dalam kegelapan. Terang itu hanya cukup untuk menerangi dirinya sendiri dan mungkin beberapa orang lagi tetapi terang itu tidak mampu mengusir kegelapan seluruhnya.

Kedua hal ini telah terjadi kepada saya dalam pencarian saya akan seorang soulmate. Jalan keluar versi saya pada waktu itu adalah ketika saya menyerah dan kompromi dengan hendak bersedia menerima seseorang yang saya kira mencintai saya tetapi ternyata berpotensi untuk merusak kehidupan saya dan anak-anak saya (baca “Bertemu Soulmate – Sebuah kesaksian.”) Mungkin untuk sementara waktu keresahan saya terjawab tetapi yang saya tidak tahu, ternyata penderitaan sudah siap menyergap. Sementara pemberian yang dari Allah adalah suami saya yang sekarang ini. Allah membuat Stephen bukan hanya mengasihi saya tetapi juga semua anak-anak bahkan juga keluarga besar saya. Allah juga memulihkan hidup kami berdua sehingga kamipun bisa mendampingi anak-anak ketika Allah memulihkan hidup mereka. Kami juga diajar untuk mengasihi tanpa syarat sehingga kamipun bisa memahami kasih Allah yang tanpa syarat. Dan masih banyak lagi manfaat dari "matahari" yang dikirim Allah dalam kehidupan kami.

Membuka Diri

Untuk bisa menikmati hangatnya mentari tentu saja kita harus membuka pintu dan jendela supaya terang tersebut bisa masuk kedalam rumah sampai ke kamar-kamar kita. Begitu juga ketika kita mengandalkan Allah dalam mendapatkan seorang pasangan. Kita juga harus membuka hati dan pikiran kita. Menutup diri bukan hanya menunjukkan bahwa kita belum siap menerima seseorang tetapi juga mengurungkan niat orang yang ingin mendekat.

Membuka Hati

Membuka hati tidak sama dengan menerima siapapun yang datang kepada kita tetapi lebih pada mengijinkan hati ini untuk merasa. Seorang yang menutup hatinya adalah seorang yang selalu curiga ketika seseorang mendekatinya. Ketika sebetulnya senang karena seseorang memuji penampilannya, misalnya, ia segera menghardik hatinya dengan mengatakan, “Aku tidak akan membiarkan diriku tertipu lagi. Mulut bisa manis tetapi didalam hati siapa yang tahu?!” Ketika ada seseorang yang mengajaknya bicara dengan ramah, ia segera memperingatkan hatinya, “Jangan terpengaruh keramahannya. Selidiki, ada apa dibalik sikapnya yang manis ini?”

Jika ingin mendapatkan pasangan yang terbaik sesuai dengan yang telah dipilihkan Allah, mau tidak mau kita harus belajar melepas rasa curiga ini dan berpegang kepada tuntunan Allah. Membuka hati artinya menerima orang-orang yang datang seperti apa adanya sambil terus mengarahkan hati kepada Tuhan. Dia yang menyelidiki hati pasti akan memberi tahu ketika ada orang yang berpotensi menyebabkan penderitaan. Ketika kita curiga, tanpa kita sadari kita telah menilai orang tersebut jahat atau berniat yang tidak baik sebelum kita tahu apa-apa mengenai dia. Mungkin kita pernah dikecewakan atau disakiti seseorang tetapi setiap orang memiliki ceritanya sendiri-sendiri. Jadi tidak adil jika menganggap semua perempuan atau laki-laki sama saja.

Membuka Pikiran

Membuka pikiran adalah meyakini bahwa kemungkinan untuk mendapatkan pasangan yang cocok masih terbuka lebar, meski sepertinya tanda-tanda ke arah itu sama sekali tidak kelihatan. Banyak hal yang membuat seseorang menutup pintu. Kekecewaan masa lalu, misalnya, tidak pernah mendapatkan yang cocok, semua pacar tidak disetujui orang tua, selalu bertemu dengan tipe yang tidak disukai, dsb sering membuat orang akhirnya menyerah dan malas untuk memulai lagi. Sebagai gantinya mereka berusaha menyibukkan diri dan berhenti memikirkan untuk mencari pasangan. Tetapi jika ternyata jauh di lubuk hati kita sebetulnya menginginkan seorang pasangan, mau tidak mau kita harus belajar untuk berani memulai lagi. Memang kadang menakutkan kalau kita berjalan sendiri tetapi masihkah kita takut jika berjalan bersama Allah?

(bersambung....)

No comments: