11 January 2011

Mengapa Pacarku Suka Ngatur


Belum lama ini saya ngobrol dengan seorang teman. Dia karyawati sebuah perusahaan swasta. Seperti biasa obrolanpun akhirnya berkisar ke urusan asmara. Teman saya ini curhat, intinya dia merasa sebal dan tertekan karena merasa pacarnya terlalu mengatur dan terlalu dalam mencampuri urusan pribadinya.

“Bete ga sie kalau tiap hari selalu ditanyain, kamu tadi makan siang sama siapa? Ngomongin apa aja? Hp kamu kok sibuk terus, kamu nelpon siapa? Uang gajian bulan lalu buat apa aja sie?, dst…dst” kata teman saya sambil pasang tampang manyun.

“Yang bikin lebih sebel lagi, maunya dia, kalau aku mau beli apa-apa harus bilang sama dia. Katanya aku terlalu boros jadi perlu bantuan seseorang yang bisa ngatur keuangan. Helllooo….ini uang hasil kerjaku sendiri, terserah aku mau pakai buat beli apa, selama aku ga minta dia kalau belum akhir bulan uang udah habis,” cerita teman saya tambah bersemangat.

“Aku heran deh, kak. Semua hidupku ini maunya harus ngikutin aturan dia. Dari hal kecil seperti jam berapa aku mesti bangun dan pergi tidur, dia yang ngatur, kak. Diet apa yang cocok buat aku, pilihan model baju dan warna sampai hal-hal pribadi seperti bagaimana hubunganku dengan keluargaku sesuai dengan keinginan dia. Pokoknya capek deh kak pacaran sama dia,” kata teman saya ini.

Dari wajahnya memang kelihatan kalau dia tidak bahagia. Yang saya herankan, sudah tahu pacarnya menyebalkan menurutnya, teman saya ini tetap saja bertahan disitu.

“Kenapa ga putus saja?” tanya saya memancing. Maksud saya, mumpung masih pacaran, belum ada ikatan apa-apa dan belum melibatkan orang lain seperti keluarga misalnya.

“Aaahh…udah, aku sudah minta putus. Berkali-kali, kak, bukan cuma sekali. Kalau udah gitu dia akan baik-baikin aku. Iya aku janji aku akan ngasih kamu kebebasan, katanya. Tapi itu hanya 3-4 hari. Begitu dia pikir aku udah lupa, dia akan balik ngatur-ngatur lagi. Kenapa sie kak, kok cowok suka ngatur?”

Saya tersenyum mendengar kesimpulannya. Tidak semua laki-laki suka mengatur. Dan bukan hanya laki-laki yang suka mengatur, perempuan juga banyak. Semua orang ingin memiliki kendali atas kehidupan ini. Selama masih dalam taraf kewajaran, sah-sah saja dalam hubungan untuk mengatur, mengarahkan, memberi nasehat, membantu, membimbing, memberi perhatian atau apapun nama yang akan kita pakai, intinya kita mempengaruhi pasangan kita untuk melakukan apa yang menurut kita dapat membuatnya lebih baik; lebih bisa mengatur keuangan, lebih bijaksana menggunakan waktunya, lebih punya waktu dan tenaga untuk memelihara hubungan, dsb. Karena ini masalah hubungan antara dua orang, batas kewajaran yang saya maksud disini tentu saja bukan menurut standart umum, tapi menurut standart kedua orang yang terlibat dalam hubungan tsb, artinya merekalah yang menentukan sejauh mana intervensi pasangan itu masih masuk kategori wajar.

Meskipun demikian kita bisa mengenali bahwa suatu intervensi mulai dirasakan berlebihan jika kita mulai mengeluh atau mendengar keluhan seperti ini yang diucapkan dengan nada tinggi;

“Bahkan siapa teman aku, kamu yang menentukan!”

“Heran, hobi kok cari-cari kejelekan orang!”

“ Boleh dong aku punya pendapat sendiri!”

“Bosan ah aku nurutin kemauan kamu. Sekarang giliranku ngikutin kemauanku sendiri!”

“Cukup ya kamu ngatur-ngatur hidupku!

“Emang gak ada orang di dunia ini yang pinter kecuali kamu!”

Ini hanya beberapa contoh ekspresi kekesalan yang meluap ketika seseorang mulai merasa hidupnya dikendalikan oleh orang lain. Jika dalam sebuah hubungan kita mulai merasa tanda-tanda kendali hidup kita ada di tangan pasangan, waspada. Kalau tidak segera diperbaiki, hubungan yang demikian semakin lama akan semakin menyedot energy kita dan jiwa kita merasa letih. Hubungan yang demikian juga menyakitkan. Atau jika kita mendengar pasangan kita sudah mulai mengatakan salah satu dari hal-hal diatas (atau kata-kata lain yang senada), sebaiknya berhati-hati. Kalau kita tidak introspeksi, hubungan bisa mengarah ke kata “putus!”

Dalam bahasa populernya, orang yang terobsesi untuk mengatur kejadian maupun orang-orang di sekitarnya disebut seorang control freak. Seorang control freak memiliki kebutuhan untuk mengatur orang lain karena dia merasa tidak aman membiarkan orang lain menjadi dirinya sendiri. Dia harus menjadi sutradara dalam kehidupannya. Dia yang mengatur bagaimana orang di sekitarnya meski bersikap, berpikir, berperilaku sedemikian rupa dicocokkan dengan keinginan dan scenario yang dibuatnya. Jika orang tidak bersikap demikian dia akan melihat itu sebagai kesalahan.

Seorang control freak tidak akan melihat sikapnya sebagai sesuatu yang merugikan hubungan. Dia merasa bahwa obsesinya untuk mengatur orang lain adalah bukti bahwa dia mencintai orang tersebut. Semakin banyak waktu dan tenaga dia curahkan untuk mengatur orang lain semakin dia merasa bahwa dia telah menunjukkan cintanya. Meskipun seandainya dia melihat bahwa orang yang dia atur tidak menyukai apa yang dia lakukan, dia tetap akan meneruskan sikapnya tersebut karena menurutnya cinta itu perlu pengorbanan.

Kekasih yang control freak cenderung melihat pasangannya sebagai seseorang yang tidak memiliki skill dalam menjalani kehidupan ini, karenanya dia tidak bisa percaya kepada pasangannya. Dalam pandangannya, kekasih yang control freak melihat pasangannya belum tahu mana yang benar atau salah dan dia dengan senang hati menunjukkannya. Tentu saja kebenaran yang dia maksud adalah menurut versinya.

Tidak heran bahwa berpacaran dengan seorang control freak akan sangat melelahkan. Kita seperti dihisap masuk kedalam obsesinya untuk menjadikan diri kita seperti kemauannya. Kehendak bebas kita seperti dipangkas, pikiran kreatif kita mampet, langkah kita terhalang…lama-lama kita akan merasa seperti terpasung.

Sebelum keadaan tambah parah, berikut ini adalah tips cara menghadapi pasangan yang control freak;

· Sadari bahwa obsesinya untuk mengatur orang lain adalah cara alam bawah sadarnya mengalihkan perhatian atas ketidak-berdayaan dan ketidak-mampuannya sendiri dalam menghadapi kehidupan. Dengan mengatur orang lain untuk sementara dia merasa bahwa dia “berkuasa” dan mampu. Jadi obsesi untuk mengatur ini tidak akan hilang meskipun pasangannya menuruti semua perkataannya. Dia akan tetap mencari apa yang bisa ia salahkan supaya dia bisa mengatur pasangannya lagi.

Dengan memahami ini, kita tidak akan merasa terlalu terbeban untuk mengikuti semua tuntutannya dan mengharap dia akan puas (dan berhenti menuntut).

· Sikap seorang control freak yang cenderung menyalahkan dan menuntut akan mudah meruntuhkan akal sehat kita sehingga kita terpancing untuk marah. Sekali lagi, tetap tenang.

Ada bermacam-macam cara untuk membuat kita tenang. Misalnya, ketika dia bicara, dalam hati cobalah untuk mengganti kata “kamu” yang dia pakai menjadi “aku” dan “aku” menjadi “kamu”. Sebagai contoh, “Kamu ga pernah ngerti aku!, Kamu tuh egois, cuma mikirin diri kamu sendiri!” kita ganti menjadi, “Aku ga pernah ngerti kamu! Aku tuh egois, cuma mikirin diriku sendiri!”. Dengn demikian kita tidak merasa tertuduh tetapi seperti mendengar kekasih sedang mengakui kesalahannya :)

Cara yang sering saya pakai dalam menghadapi orang yang demikian adalah dengan mengatakan, “I love you” secara berulang-ulang, terutama ketika emosi kita terpancing. Intinya, bersikaplah tenang karena sikap kita yang tenang akan membantunya merasa tenang juga sehingga ia tidak perlu lagi memasang posisi menyerang. Bersikap tenang tidak sama dengan tidak mendengarkan, karena kalau ini kita lakukan dia akan semakin merasa tertantang.

· Tunjukkan bahwa kita menguasai keadaan melalui cara bicara kita yang tenang dan tidak terintimidasi. Dengan pelan ajak dia memahami bahwa sikapnya yang demikian itu akan menghancurkan hubungan. Lakukan ini bukan dengan cara menyalahkan tetapi tunjukkan hubungan sebab-akibat yang mungkin terjadi. Misalnya kita bisa mengatakan, “Kamu tahu ga orang tidak suka jika terus menerus disalahkan, meskipun mungkin orang itu memang banyak salahnya. Lama-lama orang tsb akan ninggalin kamu. ”

Biasanya awalnya dia akan defensive. “Orang itu aja yang ga mau dikritik. Maunya benar sendiri.” Tetaplah tenang dan fokuskan perhatian pada menunjukkan hubungan sebab akibat dari sebuah tindakan. Yakinlah bahwa kita memegang kendali atas percakapan ini.

· Ajak dia untuk bersedia dipulihkan, kalau perlu kitapun ikut serta dalam proses pemulihan ini. Bukannya tidak mungkin bahwa kitapun sebetulnya juga seorang control freak, hanya belum keluar saja karena belum ditempatkan pada posisi yang memancing karakter itu keluar.

· Lihat perkembangannya. Kalau setelah sekian lama hubungan tidak mengalami perubahan, dia masih terobsesi untuk mengatur dan kita masih tetap merasa tidak berdaya, mulailah pikirkan kemungkinan untuk mengakhiri hubungan. Kita harus mengerti kemampuan diri sendiri. Tidak semua orang bisa menghadapi seorang control freak dengan tetap memegang kendali dan tidak tersedot energinya. Yang terjadi biasanya adalah seperti yang disebut diatas yaitu kita merasa kehilangan kebebasan, tidak berharga, selalu salah dsb dan lama-lama mengalami keletihan jiwa. Jika ini terjadi dalam waktu yang lama kita akan mati secara rohani. Sementara itu hidup manusia itu penting di mata Allah, jadi jangan disia-siakan.

· Kalau kita memutuskan untuk meneruskan hubungan, harus benar-benar serius mencari cara untuk menjadikan hubungan tersebut sehat. Perlu diingat, masa pacaran adalah masa penjajagan untuk mencari dan akhirnya menemukan calon pasangan hidup yang benar-benar bisa menemani kita seumur hidup. Salah satu cara menguji apakah sebuah hubungan layak untuk diperjuangkan adalah dengan membayangkan keluarga kita kelak dan tanyalah diri sendiri, “Apakah aku akan menjadikan orang ini pendamping seumur hidupku dan ayah/ibu anak-anakku?” Lihatlah pasangan kita sebagaimana adanya sekarang, bukan kelak kalau sudah berubah. Karena "kelak" itu bisa setahun kemudian tapi bisa juga sepuluh atau dua puluh tahun. Bayangkan dalam tenggang waktu tersebut apa yang bisa terjadi dalam keluarga kita. Sekali kita salah memutuskan, bukan hanya kita yang menderita, tetapi juga keluarga kita kelak.

Keputusan kita sekarang menentukan masa depan anak-anak kita, apakah kita akan mewariskan kasih, damai sejahtera dan suka cita dalam kehidupan mereka atau ketakutan, penderitaan, dan air mata?

Marilah kita membuat keputusan dengan bijaksana. Kasih itu indah. Biarlah anak-anak kita mengalaminya di keluarga dimana Allah menempatkan mereka. A&S

No comments: